Selasa, 19 Februari 2013

Laba Siomay


Perut sudah lapar, namun waktu makan belum tiba. Bisa dipastikan Anda akan mencari cemilan yang setidaknya bisa menenangkan perut yang sedang keroncongan, sembari menunggu waktu makan tiba. Salah satu pilihannya adalah siomay atau kerap juga disebut sebagai soumay.
Selain harganya relatif terjangkau, banyak orang menyukai makanan berbahan dasar tepung dan ikan ini karena rasanya pas dengan lidah orang Indonesia, dan kandungan proteinnya terbilang tinggi.

Hal itu disadari betul oleh Jamilah El Fajriyah ketika memulal usaha Soumay Echo September 2008 silam. Ketika itu, Jamilah melihat masih minimnya makanan alias cemilan yang bergizi tinggi. Pilihannya pun dijatuhkannya pada siomay. "Karena siomay itu dari dulu banyak suka, jadi pasti lebih mudah diterima pasar," ujarnya.

Soumay ala dimsum

Jamilang bilang, idenya berbisnis siomay lahir dari kepedulian sebagai orang tua yang kerap kesulitan mencari makanan sehat bagi anak-anaknya. Makanya Jamilah akhirnya memilih mengolah ikan kakap merah menjadi siomay. "Meski bentuknya siomay, tapi di dalamnya ada ikan bergizi tinggi," ujarnya berpromosi.

Bisnis siomay Jamilah terus berkembang. Jamilah bilang keunggulan siomaynya dibandingkan siomay lain terletak pada cara memasaknya. "Saya memasaknya ala dimsum, kemudian ikan kakap saya selipkan ke dalam siomay," bebernya.

Keunggulan lain yang diklaim Jamilah adalah siomay bikinannya lebih lembut dan harum. Bau harum ini berasal dari daun pisang yang dia gunakan sebagai alas ketika melakukan pengukusan untuk menghilangkan bau amiss ikan kakap.

Selain soumay ala dimsum, Soumay Echo juga menawarkan soumay isi udang, serta makanan khas dimsum seperti ekado. "Tapi ekado bikinan saya berisi ikan kakap yang dibalut kulit tahu," imbuhnya.

Keunikan siomay buatan Jamilah inilah yang mendorong Efrani Amenah mengambil kemitraan Soumay Echo. "Soumay Echo itu khas dimsum, makanya saya yakin pasar akan suka," ungkap Efrani, yang merupakan mitra Soumay Echo di Cijantung.

Ya, meski bisnis siomaynya baru seumur jagung, pada awal tahun 2009 Jamilah telah melalui jalur kemitraan. Jamilah mengaku berani menawarkan kemitraan karena yakin pada kelebihan produknya. "Apalagi cukup banyak juga yang berminat untuk menjadi mitra," ujarnya sumringah.

Sejak melemparkan pola kemitraan, kini jumlah Soumay Echo telah berkembang menjadi 18 gerai. Mitra Soumay Echo tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang. "Itu semua punya mitra, saya sendiri hanya mengelola satu booth," kata Jamilah.

Bagi yang berminat menjadi mitra Soumay Echo, Jamilah mensyaratkan biayainvestasi sebesar Rp 5,5 juta. Dari dana itu, sebesar Rp 5 juta untuk booth Soumay Echo, klakat (waduh pembungkus siomay berbahan bambu), kompor, wajan, seragam karyawan, dan sebagainya. Sedangkan yang Rp 500.000 sisanya digunakan untuk bahan baku awal. "Intinya dengan investasi sebesar itu, mitra bisa langsung berjualan," ujar Jamilah.

Minim pengalaman? Jangan khawatir, biaya investasi awal itu sudah termasuk pelatihan karyawan dan alat promosi bagi sang mitra.

Oh ya, kebanyakan kemitraan lain menawarkan paket kerjasama selama lima tahun. namun Soumay Echo terbilang unik, sebab duit yang dibayarkan mitra sebesar Rp 5,5 juta di awal tadi sudah termasuk biaya kerjasama yang berlaku seumur hidup.

Soal lokasi usaha, Jamilah punya kriteria tertentu. Sebelum mengajukan diri menjadi mitra, Anda harus terlebih dahulu mengajukan lokasi usaha. Tentu saja lokasinya tidak bisa sembarangan. "Pastinya harus berdekatan dengan pusat keramaian, seperti pusat perbelanjaan," ujar Jamilah.

Omzetnya Rp 20 juta

Setelah menjadi mitra, tentunya ada kewajiban yang harus Anda penuhi. Salah satunya adalah kewajiban untuk membeli semua bahan baku soumay, termasuk kecap, dan bumbu kacang soumay.

Untuk kecap ukuran 650 ml, misalnya, Jamilah membanderolnya dengan harga Rp 12.500. "Karena kami punya standar khusus kecap. Selain itu kami memproduksi sendiri kecap yang digunakan mitra," ungkapnya.

Yang asyik, marjin dari usaha ini ternyata sangat tebal dan legit. Jamilah mengungkapkan, selisih antara harga beli bahan bakunya bisa mencapai 100 persen. Sekadar contoh, jika mitra membeli satu siomay dengan harga Rp 1.350, nantinya dia bisa menjualnya kembali dengan harga Rp 2.500 sampai Rp 3.000, tergantung lokasi usahanya.

Bagaimana dengan balik modalnya? Jika si mitra bis mencapai target penjualan sebesar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per bulan, dia bisa balik modal dalam waktu 4 bulan hingga 5 bulan. Tentu, jika penjualan si mitra lebih dari itu, pasti dia bisa balik modal lebih cepat lagi.

Seperti yang dialami Efrani. Setiap bulannya, Efrani yang memejeng boothnya di area foodcourt mengaku bisa meraup omzet sebesar Rp 20 juta.

Dari omzet itu, Efrani bisa mendapat keuntungan bersih Rp 10 juta. Itu setelah dipotong sewa tempat Rp 3 juta per bulan, dan pengeluaran rutin seperti bahan baku, gaji dua karyawan, dan lainnya. "Saya bisa dapat omzet segitu, karena juga menerima pesanan untuk acara seperti ulang tahun dan lainnya," ujarnya. 

No response to “Laba Siomay”

Leave a Reply