Jumat, 18 Januari 2013

Berternak Cacing Tanah


www.google.com
Suatu ketika seorang teman saya mengatakan, cacing adalah emas. Jujur saja, bukan emas yang terbayang, tapi yang terbayang dalam fikiran saya justru sebuah kumpulan cacing yang sedang bergumul menggeliat, dan dengan badannya yang licin berlendir berpendar-pendar mengkilat di depan mata. Bayangan tersebut sudah cukup membuat saya bergidik, bukan karena takut tapi lebih karena perasaan geli dan jijik. Saya bertanya-tanya, bagaimana mungkin hewan yang bagi sebagian orang "menjijikkan" tersebut ia sebut emas.

Sampai di sini, saya teringat dengan sebuah buku yang secara tidak sengaja pernah saya lihat di salah satu toko buku, dan karena penasaran saya pun akhirnya membeli buku tersebut. Isinya bercerita tentang "profil' cacing tanah, apa dan bagaimana habitatnya, manfaatnya, cara budidayanya, dan peluang bisnis yang mungkin dihasilkan. Informasi yang terakhir inilah yang menarik bagi saya, fikir saya barangkali inilah yang dimaksud teman saya tentang "emas" itu, yaitu potensi dan peluang rupiah. Saya tersenyum, mendadak terhampar di depan saya tumpukan cacing dan gepok-gepok rupiah, bayangan menjadi orang kaya pun tiba-tiba terlihat dekat. ha ha..boleh juga nich...

Mari Anda Saya Kenalkan Kepadanya
Terdapat bermacam-macam jenis cacing, tetapi cacing dimaksud dalam tulisan ini adalah jenis cacing tanah yang dalam bahasa latinnya dikenal dengan nama Lumbricus Rubellus. Cacing tanah termasuk ke dalam keluarga hewan tak bertulang belakang (avertebratr) dan bertubuh lunak. Hewan ini juga digolongkan ke dalam filum annelida karena seluruh tubuhnya tersusun atas beberapa segmen (ruas) yang berbentuk seperti cincin dan pada setiap segmen terdapat rambut keras yang berukuran pendek disebut chaeta (seta).Jumlah segmen dan seta inilah yang membedakan dan menjadi ciri masing-masing jenis cacing.
Tubuh cacing tanah terbagi menjadi lima bagian, bagian depan (anterior), tengah, belakang (posterior), punggung (dorsal) dan bagian bawah atau perut (ventral). Mulut terdapat di depan segmen pertama, sedangkan anus terdapat di bagian belakang segmen terakhir. Selain memiliki seta, juga terdapat pori-pori yang berhubungan dengan alat ekskresi. Fungsi seta adalah sebagai pencengkram atau pelekat, sedang pori-pori berfungsi menjaga kelembaban kulit cacing tanah agar selalu basah. Adapun lendir berfungsi untuk memudahkan cacing dalam bergerak dan melicinkan tubuh yang dihasilkan dari mukus. Pada cacing dewasa terdapat klitelum, yaitu alat untuk mempersiapkan proses perkembangbiakan. Klitelum adalah bagian tubuh yang menebal, berwarna lebih terang dari bagian tubuh yang lain dan terletak di antara anterior dan posterior.

Cacing tanah bernafas menggunakan kulit, ia juga memiliki lima buah jantung yang akan memompa darah ke saluran darah perut untuk kemudian dikirim ke bagian tubuh lainnya. Cacing tanah menghirup oksigen (O2) dan melepaskan karbondioksida CO2. Adapun dalam hal perkembangbiakan, cacing tanah termasuk "hemaprodite biparental", memiliki dua jenis alat reproduksi sekaligus jantan dan betina. Namun demikian, untuk menghasilkan keturunan, cacing harus melakukan perkawinan dengan cacing dewasa lainnya. Umumnya cacing dewasa yang telah siap melakukan perkawinan setelah berumur di atas 2,5 bulan dan sudah terbentuk klitelum. Pada perkembangannya, setelah terjadi proses perkawinan dan pelepasan masing-masing spermatozoid, klitelum masing-masing cacing akan mengeluarkan lendir untuk melindungi sel sperma. Tahap akhir adaah terjadinya pembentukan kokon atau lebih dikenal dengan telur cacing. anak cacing tanah akan ditetaskan dari kokon-kokon tersebut setelah masa 2-3 minggu inkubasi. Dua hingga tiga bulan selanjutnya, anak cacing telah berubah menjadi dewasa dan siap bereproduksi.

Cacing tanah memiliki sifat husus, ia tidak menyukai cahaya dan sebalinya menyukai dengan tempat yang lembab dan gelap. Kelembaban ini penting karena untuk mempertahanka cadangan air dalam tubuhnya. Sebab 85% berat tubuh cacing adalah berupa air/ Selain tempat yang lembab, setidaknya terdapat 7 hal yang memperngaruhi kehidupan cacing tanah: pH tanah, temperatur/suhu, aerasi, ketersediaan oksigen tanah dan suplai makanan. Dari ketujuh parameter tersebut di atas, pH dan ketersediaan bahan organik menjadi dua faktor sangat penting dalam menunjang kehidupan cacing tanah.

Beberapa manfaat cacing tanah terangkum dalam beberapa hal berikut:
  1. Bergizi tinggi dengan kadar protein mencapai 58-78 % dari bobot kering. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar protein yang terkandung pada daging kerbau sapi dan ambing yang sebesar 65 %, atau telur, ikan dan kacang kedelai yang hanya sebesar 45 %.Selain itu juga mengandung energi 90-1400 kal, abu 8-10 %, lemak tidak jenuh ganda, kalsium fosfor dan serat. Kandungan 13 jenis asam amino esensial adalah keistimewaan lainnya, dan juga kadar lemak yang terbilang rendah, hanya 3-10 % dari bobot keringnya. Hal ini berarti, selain bergizi tinggi, mnegkonsumsi cacing tanah juga bebas dari ancaman risiko kolesterol.
  2. Bahan obat tradisional dan modern: antipiretik (penghilang demam) umumnya dikenal sebagai obat penyakit tyfus, obat diare dan pelancar alirah darah, obat stroke dan hipertensi. Sebagian industri farmasi modern telah mengadakan kerjasama dengan petani cacing tanah di daerah Bandung.
  3. Bahan kosmetik, seperti untuk pelembab wajah, anti aging dan anti infeksi.
  4. Bahan pakan peternakan dan perikanan, sangat baik untuk pakan ternak (unggas itik) maupun perikanan, pakan burung kicau.
  5. Kascing (bekas media cacing tanah) sangat baik berfungsi sebagai pupuk organik pada pertanian dan perkebunan.
  6. Cacing tanah adalah pengolah sampah sampah, pengurai dan penyubur tanah alami yang terbaik saat ini, malaysia telah mengembangkan cacing tanah sebagai hewan pemulia dan penyubur tanah pada perkebunan kelapa sawit mereka.
Beberapa manfaat di atas adalah sebagian dari manfaat-manfaat yang dapat dihasilkan dari cacing tanah.

Mari Bicara Bisnis
Setelah mengenal dan mengetahui manfaat dan potensi cacing tanah, saya kira otak anda segera dipenuhi beberapa ide-ide besar yang berjejalan di ubun-ubun. Tidak hanya anda, sampai hari ini pun saya masih cukup keras berfikir dan mengolah ide dan gagasan tentang cacing tanah. Gagasan, harapan dan keinginan yang menyita hari-hari saya tersebut akhirnya membawa saya untuk segera melihat dan menemui langsung salah satu "pendekar" petani cacing tanah, bapak Iwan Hermawan di daerah Bandung. Satu pelajaran penting dan mendasar yang beliau sampaikan adalah, bahwa dalam membudidayakan mahluk hidup, cacing tanah, jangan pernah lupa untuk memperlakukannya dengan hati dan rasa, sebab cacing juga punya "perasaan". Kedengarannya memang agak aneh, tapi demikianlah beliau telah membuktikan dan merasakan hasilnya. Tidak percaya, mari kita buktikan sendiri.
Berikut adalah langkah-langkah kecil menuju ke sana....

Pertama, menyiapkan media dan kandang yang memadai. Media dapat dibuat dari kotoran ternak khususnya sapi/kerbau yang telah difermentasikan, media ini paling banyak digunakan dan dianggap paling baik untuk cacing tanah. Kedua, media yang telah siap (dengan tingkat kelembaban 35-50%) dimasukkan ke dalam wadah (umumnya dibuat rak-rak terbuat dari bambu agar lebih ekonomis). Media dan wadah yang telah siap sebaiknya ditempatkan di dalam kandang, gunanya untuk melindungi dari sinar matahari langsung (mengingat cacing tanah sangat peka terhadap sinar / cahaya) dan untuk menjaga dari gangguan binatang ternak, serangga ataupun binatang melata lain pemangsa cacing.

Berikutnya adalah menyiapkan bibit cacing tanah berkualitas yang dapat kita peroleh dari beberapa tempat di Bandung dan daerah lain di Jawa. Jenis cacing tanah yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Lumbricus Rubellus dan jenis Tiger. Bibit cacing berkualitas yang diperoleh siap disebar ke dalam media. Adapun padat penebaran menurut pengalaman petani disesuaikan berdasaran tujuan budidaya. Untuk penggemukan, padat penebarannya 1 kg per m2. Sementara untuk reproduksi (pembibitan) penebarannya adalah 2 kg per m2. Satu hal yang perlu diperhatikan saat penyebaran bibit cacing adalah apakah cacing segera masuk ke dalam media atau tidak. Jika cacing segera masuk ke dalam media berarti cacing tersebut cocok dengan media yang kita siapkan, tapi jika cacing tetap bertahan di atas media tandanya media kurang baik dan harus segera diganti dengan media yang lebih baik. Ingat, kelembaban, oksigen, pH, kadar makanan dalam media harus diperhatikan.

Setelah cacing nyaman berada dalam media, kegiatan berikutnya adalah pemberian pakan dan pemeliharaan. pakan dapat berupa kotoran sapi/kerbau yang telah difermentasikan dan dibuat seperti adonan kue. Pakan juga dapat dibuat dari tumbuhan yang banyak mengandung air dan manis, karena kedua sifat makanan tersebut yang paling disukai cacing. Pakan yang telah siap dapat dfinerikan setiap dua hari sekali pagi dan sore. Namun karena cacing termasuk hewan yang aktif makan di malam hari, maka pemberian makan pada sore hari porsinya perlu diperbanyak. Sebagai ukuran, proses penggemukan cacing umumnya membutuhkan waktu sekitar 4 minggu.

Untuk pemeliharaan, yang perlu diperhatikan adalah tingkat kelembaban media. oleh karena itu penyiraman perlu dilakukan ketika media sudah mulai menggumpal mengeras, ukurannya tergantung tingkat kelembaban daerah masiong-masing. Selain penyiraman adalah proses pengadukan media yang dilakukan tiap 3-4 hari sekali. Gunanya untuk mencampur bahan makanan yang tersisa, menggemburkan media dan menjaga ketersediaan oksigen dalam media. Selanjutnya adalah penggantian media. Penggantian media ini dilakukan ketika media sudah tidak layak lagi, cirinya media mulai memadat dan lengket. Dan yang tidak kalah penting adalah usaha pencegahan terhadap hama penyerang cacing tanah, seperti itik, semut. Untuk melindungi dari semut dan binatang melata lainnya dapat dilakukan dengan memberikan wadah yang diisi dengan oli pada kaki-kaki rak media. Sampai di sini, kita sudah melakukan proses budidaya dan tinggal menunggu hari panen (3,5- 4 bulan), dan anda sudah boleh membayangkan keuntungan yang dapat diperoleh...

Analisis Usaha
Analisis ini disadur dari buku "Mengeruk Untung dari Beternak Cacing" karya Khairuman SP & Khairul Amri S.PI, M.Si

Modal Tetap
  1. Sewa tanah seluas 100 m2 (per tahun) Rp. 750.000;
  2. Bangunan kandang bahan bambu (80 m2) Rp. 2.500.000;
  3. Rak 1.5 m x 1.8 m2 tinggi 50 cm (10 buah) Rp. 3.500.000;
  4. Media
  • bahan media cacing 6 ton x @ Rp.300.000 Rp. 1.800.000;
  • plastik 200 m x @ Rp. 6.000 Rp. 1.200.000;
  • pelepah pisang dicincang (5 karung) Rp. 150.000;
Jumlah Rp. 9.900.000;Biaya Penyusutan
  1. Kandang 4/36 x Rp. 2.500.0000 Rp. 275.000;
  2. Rak 4/36 x Rp. 3.500.000 Rp. 380.000;
Jumlah Rp. 655.000;

Modal Kerja

  1. Benih cacing 40 kg x @ Rp. 35.000; Rp. 1.400.000;
  2. Pakan limbah sayur 5.000 kg x @ Rp. 5.00; Rp. 2.500.000;
  3. Tenaga kerja 4 orang x @ Rp. 600.000; per bulan Rp. 2.400.000;
Jumlah Rp. 6.300.000;

Jumlah modal yang dibutuhkan

  1. Modal Tetap Rp. 9.900.000;
  2. Modal Kerja Rp. 6.300.000;
Jumlah Rp. 15.800.000;

Produksi cacing per 4 Bulan

Selama 4 bulan 600 kg x @ Rp. 35.000 per kg Rp. 21.000.000;

Biaya Produksi per 4 Bulan

  1. Biaya penyusutan Rp. 655.000;
  2. Modal Kerja Rp. 6.300.000;
Jumlah Rp. 6.955.000;
Keuntungan per 4 Bulan
  1. Produksi per 4 Bulan Rp. 21.000.000;
  2. Biaya Produksi per 4 Bulan Rp. 6.955.000;
Jumlah Rp. 14.045.000;

Dengan demikian, keuntungan bersih selama 4 bulan adalah sebesar Rp. 14.045.000; atau sekitar 3.511.250 per bulan. Analisa usaha di atas adalah sebagai contoh dn dapat digunakan sebagai pembanding. Semoga bermanfaat dan kita termasuk sebaik-baik orang yang memberikan manfaat bagi alam, lingkungan dan sesama. amin.

"Indonesia Go Green"

No response to “Berternak Cacing Tanah”

Leave a Reply