Selasa, 19 Februari 2013

Untuk Dari Batu Apung


Bongkahan batu apung bisa dimanfaatkan untuk rnempercantik lampu hias. Nilai ekonominya lumayan. Deddy Effendy, perajin batu apung untuk lampu hias dari Yogyakarta, bisa menghasilkan omzet puluhan juta per bulan dengan marjin 30 persen dari kerajinan ini.
Asal kreatif, banyak barang yang kelihatannya tak berguna bisa diolah menjadi barang yang punyai nilai jual lumayan. Salah satunya adalah batu apung. Batu yang lazim kita temui di dasar laut ini bisa hadir di dalam rumah sebagal interior dalam bentuk lampu bias.

Adalah Deddy Effendy, perajin asal Yogyakarta, yang memanfaatkan serpihan batu apung untuk mempercantik desain atau model lampu bias buatannya.

Sejatinya, sejak 2000, dengan modal awal Rp 30 juta, Deddy mulai menekuni bisnis pembuatan kerajinan lampu bias di bawah bendera usaha Palem Craft Jogya. Awalnya, ia hanya memakai material rotan.

Ide pemanfaatan batu apung muncul di benaknya pada 2002. Kala itu, Deddy mencoba memadukan sergihan batu apung pada media fiber. Saat disinari lampu, tekstur batu apungnya memunculkan kesan eksotik dan unik.

Yakin produk kreasi barunya itu bakal menarik minat konsumen, Deddy pun mulai menggunakan batu apung untuk produk lampu hiasnya. Apalagi, saat itu belum ada yang membuat produk sejenis. Hingga saat ini Deddy sudah membuat sekitar 70 model lampu bias dalam bentuk table lamp dan standing lamp.

Dia membeli bongkahan batu apung dari Lombok dan Bali. "Bata asal Lombok berwarna keputihan, sementara asal Bali agak keabu-abuan," papar Deddy. Deddy membeli batu apung dengan harga Rp 200.000 per karung. Satu karung dengan bobot 5-6 kg bisa menghasilkan sekitar 201ampu bias model table lamp.

Pembuatan satu lampu hias makan waktu satu hari. Proses pembuatannya dimulai dengan memotong batu apung dengan gergaji mesin menjadi lempengan setebal 2-3 milimeter dengan panjang dan lebarnya sekitar 10-15 cm. Lalu dicuci bersih.

Kemudian siapkan rangka besi sesuai bentuk dan ukuran yang dinginkan. Bentuknya, misalnya oval, persegi, atau piramida. Saat membuat kerangka tersebut sekaligus buat dudukan lampu dari bahan kayu atau bola-bola besi.

Kemudian, rangka besi dibalut bahan fiber atau mika dan dilapisi kain waring k atau jala. Selanjutnya, serpihan batu apung dilem dan ditempel memenuhi badan lampu. Hasilnya, bentuk rangkaian tersebut mengikuti karakter patahan batu sehingga terlihat alami.

Untuk finishing, Deddy menyemprotkan cat water base berwarna bening pada rangkaian batu. "Sengaja tidak diwarnai karena memang ingin menonjolkan warna alami bate apung," ujar lelaki 36 tahun ini.

Dibantu 30 perajinnya, Deddy bisa memenuhi pesanan 100 unit lampu batu apung per bulan. Sedangkan, untuk stok di galeri, dia biasa membuat 5 hingga 10 unit untuk setiap model. Lampu buatan Deddy rata-rata memiliki lebar dan panjang 20 cm - 45 cm, dengan tinggi 30 cm-150 cm.

Adapun harga jualnya tergantung model dan ukurannya. Untuk jenis table lamp, harganya Rp 150.000 - Rp 300.000 per unit. Sedangkan harga standing lamp sekitar Rp 500.000 - Rp 1,5 juta per unit. Harga standing lamp lebih mahal karena membutuhkan material lebih banyak dan pengerjaannya makan waktu lebih lama.

Dari penjualan lampu bertahtahkan batu apung ini, Deddy meraup omzet Rp 30 juta - Rp 50 juta, dengan margin sekitar 30 persen.

Pasar Deddy bukan hanya di di dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Misalnya, Italia, Spanyol, Australia, Jepang, Polandia, dan Rumania.

Menurut Deddy, sejauh ini tak ada kendala dalam usahanya.Bahan bakunya melimpah, dan perajin dengan mudah mempelajari proses pembuatannya. Soal persaingan, meski kini sudah ada pesaing, Deddy optimistis permintaan lampu kreasinya akan terus mengalir karena dia selalu mengeluarkan disain baru

One response to “Untuk Dari Batu Apung”

Grace Kelly mengatakan...

Ingin bermain di Poker Online yang terpercaya dan Dijamin aman? Kami solusinya!!
UNTUK INFOMASI LEBIH DAN REGISTRASI HUBUNGI
- WhastApp | +6281296089061
- BBM | D8C0B757
- www.PokerAyam.Org

Leave a Reply