Siapa menyangka kekhawatiran Peni terhadap produk budaya Indonesia berbentuk cendera mata yang tampak langka di pasaran bisa meraup ratusan juta rupiah. Penghasilan tersebut merupakan bukti bahwa produk cendera mata khas Indonesia punya potensi besar. "Usahanya masih baru, dari tahun 2009," ucap Peni Zulandari Suroto, pemilik usaha Nalini Intercraft kepada Kompas.com, akhir pekan lalu.
Ia mengaku, ide awalnya murni karena keprihatinan ia dan seorang rekan bisnisnya terhadap cendera mata Indonesia yang jarang ditemui di pasaran. Setelah mencoba mengamati beberapa waktu, ia tersadar bahwa cendera mata negara lainlah yang banyak dimiliki sejumlah kerabat yang ditemuinya. Kalaupun ada cendera mata khas Indonesia, kualitasnya pun tidak sebagus cendera mata khas negara lain. "Kita coba cari, bener nggak sih nggakada (jarang ditemukan). Ternyata setelah dicari (benar jarang). Akhirnya beranikan diri untuk usaha," kata dia.
Apalagi, katanya, budaya Indonesia banyak ragamnya. Tapi ia sendiri agak sulit karena tidak berbekal keahlian layaknya pelukis ataupun fotografer. Dengan keahliannya, pelukis bisa menghasilkan lukisan dan fotografi bisa membuahkan foto yang bagus. Ia pun dapat ide untuk membuat cendera mata seperti pada umumnya, yakni, salah satunya, yang berbentuk piringan. Ada setidaknya 10 jenis bentuk cendera mata yang ia hasilkan sekarang ini. Bentuk piring dan magnet kulkas adalah yang paling banyak laku. "Kita tidak lupa identitas Indonesianya," tegas Peni.
Identitas itu yang paling penting dalam produknya. Jadi, dalam produknya ada label nama "Indonesia" dan sedikit keterangan mengenai budaya yang ditampilkan dalam, misalnya, cendera mata bentuk piring. Nantinya, kata dia, ia akan berusaha memberikan keterangan dalam produk cendera matanya. "Piring saja ada sedikit cerita deskripsi. Tahun ini deskripsi di semua produk akan ada," tuturnya.
Misalnya saja, jika ada magnet kulkas berbentuk orang yang berbaju adat, maka ia akan memberikan keterangan dari baju adat tersebut dari mana asalnya, dan menekankan bahwa itu hanya salah satu produk budaya saja dari puluhan atau ratusan produk budaya suatu daerah.
Karena tidak memiliki latar belakang sejarah ataupun budaya, Peni dan rekannya agak kesulitan untuk mengangkat suatu budaya yang akan dijadikan cendera mata. Dengan begitu, ia harus rajin mengakses internet dari berbagai sumber dan merangkumnya.
"Kesulitan kedua adalah sumber daya dari bahan baku, karena mungkin format (cendera mata) ini belum banyak orang yang buat," ungkapnya. Tapi, ia berhasil mengatasinya dengan paling tidak mengikutsertakan tujuh rekan yang membuat produknya, seperti perajin wayang yang membuat motif untuk produknya. Dengan kata lain, ia dan rekannya hanya bertindak layaknya koordinator.
Kesulitan lainnya adalah distribusi atau mencari tempat yang bisa dititipkan produknya. Tempat itu juga harus bisa menjangkau baik orang lokal dan wisatawan asing. Ia pun sempat menemukan tempat yang bagus untuk menjaring konsumen, tapi mencekik dalam hal bagi hasil.
Tahun ini, usaha cendera matanya akan berupaya masuk ke pasar Yogyakarta dan Bali. Kedua provinsi ini memang wajib dimasuki karena masih menjadi titik pariwisata Indonesia. Produknya akan coba dipasarkan di sejumlah tempat seperti bandara dan toko cendera mata setempat.
Usaha Peni pun menarik Bank Mandiri untuk menjadikannya sebagai mitra binaan. Nalini Intercraft telah ikut serta dalam Wirausaha Muda Mandiri sejak tahun 2010. Sebagai finalis regional Jakarta, Nalini pun diikutkan dalam berbagai seminar dan expo oleh bank BUMN ini hingga ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Dengan produksi utama cendera mata berbentuk piring yang per bulannya bisa mencapai 2.000 buah, dan magnet kulkas yang mencapai 2.500, maka ia pun bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta. Modal awalnya, Peni dan rekannya harus merogoh koceknya sendiri dari tabungan dan pinjaman dari kerabat hingga Rp 75 juta. Ia juga meminjam dari bank untuk modal lanjutan seiring dengan berkembangnya usaha. "Menurut saya (kuncinya di mengolah) sumber daya bukan (hanya) skill-nya," pungkas Peni.
Apalagi, katanya, budaya Indonesia banyak ragamnya. Tapi ia sendiri agak sulit karena tidak berbekal keahlian layaknya pelukis ataupun fotografer. Dengan keahliannya, pelukis bisa menghasilkan lukisan dan fotografi bisa membuahkan foto yang bagus. Ia pun dapat ide untuk membuat cendera mata seperti pada umumnya, yakni, salah satunya, yang berbentuk piringan. Ada setidaknya 10 jenis bentuk cendera mata yang ia hasilkan sekarang ini. Bentuk piring dan magnet kulkas adalah yang paling banyak laku. "Kita tidak lupa identitas Indonesianya," tegas Peni.
Identitas itu yang paling penting dalam produknya. Jadi, dalam produknya ada label nama "Indonesia" dan sedikit keterangan mengenai budaya yang ditampilkan dalam, misalnya, cendera mata bentuk piring. Nantinya, kata dia, ia akan berusaha memberikan keterangan dalam produk cendera matanya. "Piring saja ada sedikit cerita deskripsi. Tahun ini deskripsi di semua produk akan ada," tuturnya.
Misalnya saja, jika ada magnet kulkas berbentuk orang yang berbaju adat, maka ia akan memberikan keterangan dari baju adat tersebut dari mana asalnya, dan menekankan bahwa itu hanya salah satu produk budaya saja dari puluhan atau ratusan produk budaya suatu daerah.
Karena tidak memiliki latar belakang sejarah ataupun budaya, Peni dan rekannya agak kesulitan untuk mengangkat suatu budaya yang akan dijadikan cendera mata. Dengan begitu, ia harus rajin mengakses internet dari berbagai sumber dan merangkumnya.
"Kesulitan kedua adalah sumber daya dari bahan baku, karena mungkin format (cendera mata) ini belum banyak orang yang buat," ungkapnya. Tapi, ia berhasil mengatasinya dengan paling tidak mengikutsertakan tujuh rekan yang membuat produknya, seperti perajin wayang yang membuat motif untuk produknya. Dengan kata lain, ia dan rekannya hanya bertindak layaknya koordinator.
Kesulitan lainnya adalah distribusi atau mencari tempat yang bisa dititipkan produknya. Tempat itu juga harus bisa menjangkau baik orang lokal dan wisatawan asing. Ia pun sempat menemukan tempat yang bagus untuk menjaring konsumen, tapi mencekik dalam hal bagi hasil.
Tahun ini, usaha cendera matanya akan berupaya masuk ke pasar Yogyakarta dan Bali. Kedua provinsi ini memang wajib dimasuki karena masih menjadi titik pariwisata Indonesia. Produknya akan coba dipasarkan di sejumlah tempat seperti bandara dan toko cendera mata setempat.
Usaha Peni pun menarik Bank Mandiri untuk menjadikannya sebagai mitra binaan. Nalini Intercraft telah ikut serta dalam Wirausaha Muda Mandiri sejak tahun 2010. Sebagai finalis regional Jakarta, Nalini pun diikutkan dalam berbagai seminar dan expo oleh bank BUMN ini hingga ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Dengan produksi utama cendera mata berbentuk piring yang per bulannya bisa mencapai 2.000 buah, dan magnet kulkas yang mencapai 2.500, maka ia pun bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta. Modal awalnya, Peni dan rekannya harus merogoh koceknya sendiri dari tabungan dan pinjaman dari kerabat hingga Rp 75 juta. Ia juga meminjam dari bank untuk modal lanjutan seiring dengan berkembangnya usaha. "Menurut saya (kuncinya di mengolah) sumber daya bukan (hanya) skill-nya," pungkas Peni.
No response to “Keprihatinan yang Hasilkan Ratusan Juta Rupiah”
Leave a Reply