Jumat, 15 Februari 2013

Menghirup Laba Wangi Bisnis Aromaterapi





 Siapa bilang pasar aromaterapi sudah jenuh. Meskipun bisnis ini ada sejak lebih dari satu dekade silam, namun terbukti para pelakunya masih bertahan sampai saat ini. Padahal, pelaku usahanya terus menjamur. Pasarnya tak pernah menyusut, sebaliknya terus melebar karena perubahan gaya hidup.
Haryanti Kristanto, pemilik Kedai Cantik, mengakui bisnis aromaterapi tidak pernah hilang ‘wangi’-nya. Dari tahun ke tahun, peminatnya terus tumbuh. “Terutama di luar Jawa yang permintaannya cukup tinggi,” ujar produsen aromaterapi merek Natural ini, Jumat (2/12/2011).
Sejak 1998 menekuni bisnis ini, Haryanti mengaku, omzetnya tidak pernah susut. “Sayangnya konsentrasi saya terbagi-bagi dengan bisnis pembibitan anggrek, jadi tidak fokus lagi. Padahal pelanggan saya masih banyak yang pesan,” katanya, yang membuka Kedai Cantik BG Junction.
Apalagi, setiap kali mengikuti pameran, orderan selalu naik. Pemasaran terjauh untuk produk aromaterapi buatannya sampai ke Jepang, Korea, dan Malaysia. Untuk pemasaran di Tanah Air meliputi Bali, Jogjakarta, Makassar, Salatiga, hingga Ambon. “Mereka lebih minat ke produk massage oil danessential oil fragrance,” lanjut wanita kelahiran Surabaya 24 Januari 1956 ini.
Istri Suryadinata ini mengungkapkan, sebenarnya ekspor langsung ke beberapa negara sempat dialaminya bertahun-tahun ketika ia aktif pameran Inacraft di Jakarta. Hanya saja, ketika ia harus meneruskan tali estafet bisnis pembibitan anggrek milik orangtua, konsentrasi di aromaterapi jadi berkurang. “Kedua anak saya tidak ada yang melanjutkan karena yang sulung mengelola usaha restoran di Graha Family dan yang bungsu bekerja di Singapura,” jelasnya.
Keahlian membuat aromaterapi didapatnya melalui berbagai kursus formal. “Pada dasarnya saya memang suka aromaterapi, setiap jalan-jalan ke Bali saya selalu tergiur membeli produk aromaterapi bikinan Bali hingga akhirnya saya coba cari tempat kursus dan bikin sendiri, lalu dijual sendiri,” kisah Haryanti.
Produk pertama yang ia buat fragrance  oil yang berfungsi untuk efek aromaterapi ruangan. Produk ini ia jual seharga Rp 4.000 untuk botol kecil. Kemudian, body massage oil (minyak pijat) yang digunakan untuk membuat rileks tubuh, yang dijual Rp 9.000-20.000. “Awal mula saya kerjakan sendiri dan saya aktif ikut pameran untuk memasarkan. Tetapi ketika pesanan mulai banyak, barulah saya mulai merekrut karyawan,” ujarnya.
Ketika usaha aromaterapi sudah berjalan dua tahun, Haryanti mulai menambah ragam produk buatannya. Seperti sabun aromaterapi (Rp 12.500), sabun sirih (Rp 7.500), rempah-rempah untuk mandi (Rp 12.500-20.000), garam rendaman kaki (Rp 25.000), bahan lulur (Rp 15.000-25.000), lilin aroma (Rp 7.500 isi 4), aromaterapi dupa (Rp 20.000), masker pengencang payudara (Rp 25.000) hingga minyak zaitun (Rp 25.000).
“Harga semua produk bervariasi mulai Rp 5.000 untuk ukuran sachet kecil dan yang termahal Rp 25.000. Tapi kalau untuk paket aromaterapi bisa sampai Rp 80.000 berisi beragam wewangian,” jelasnya.
Demikian pula wadah aromaterapi bakar dari bahan keramik harganya juga bervariasi, ada yang Rp 10.000, Rp 12.500, Rp 16.000, Rp 20.000 sampai Rp 25.000. “Sekarang saya dibantu empat karyawan untuk produksi di rumah di Jalan Kanginan, empat orang lainnya buat jaga toko di BG Junction. Untuk omzet sekarang berkisar Rp 10 jutaan per bulan. Sebetulnya bisnis ini bagus, permintaan terus mengalir, saya pribadi saja yang kewalahan karena tidak ada yang bantu,” imbuh Haryanti. 

No response to “Menghirup Laba Wangi Bisnis Aromaterapi”

Leave a Reply