Kamis, 07 Februari 2013

Anak Peternak Lebah yang Jadi Taipan



Siapa sangka, anak seorang peternak lebah madu bisa menjadi pengusaha tajir. Richard Chandler, pemilik R.F. Chandler, perusahaan investasi yang membiakkan duitnya di pelbagai sektor usaha, mulai minyak dan gas (migas), telekomunikasi, hingga perbankan, kini menjadi orang terkaya di dunia urutan ke 307 versi Majalah Forbes. Kekayaan lelaki asal Selandia Baru dan bekas CEO Sovereign Group of Companies ini ditaksir mencapai 3,4 miliar dollar AS.
Bagi penduduk Selandia Baru dan Singapura, nama Richard Chandler tidak asing lagi di telinga mereka. Pasalnya, pria kelahiran Negeri Kiwi yang bermukim di Negeri Merlion itu merupakan salah satu orang paling kaya di kedua negara tersebut.
Tahun ini, Majalah Forbes memperkirakan kekayaan Richard mencapai 3,4 miliar dollar AS, yang sekaligus menempatkannya sebagai orang terkaya nomor 5 di Singapura dan 307 di dunia. Kekayaan Chandler berasal dari Sovereign Group of Companies, perusahaan investasi yang dibangun bersama saudaranya.
Tetapi, tak banyak yang tahu bahwa Richard adalah anak seorang peternak lebah madu. Ia lahir dan besar di daerah Matangi, yang terletak di sebuah pulau kecil di bagian utara Selandia Baru. Selain beternak lebah, ayahnya, Robert Chandler juga memiliki departemen store kecil-kecilan bernama Chandler House.
Melihat usaha departemen store sang ayah tidak berkembang, pada 1986, Richard bersama saudaranya Christopher Chandler, memutuskan menjualnya. Dua kakak beradik ini kemudian menggunakan dana hasil penjualan tersebut untuk mendirikan perusahaan bernama Sovereign Group of Companies.
Richard dan Christopher mengelola Sovereign Group sebagai perusahaan investasi yang fokus melakukan penanaman modal di sektor-sektor swasta yang ada di kawasan Asia.
Salah satu sektor yang dimasuki Sovereign Group adalah bisnis real estate di Hong Kong. Hanya dalam tempo beberapa tahun, nilai investasi di bekas jajahan Inggris tersebut naik berlipat-lipat. Terutama ketika Inggris menyerahkan Hong Kong ke pelukan China pada akhir periode 1990-an.
Keuntungan Sovereign Group makin berlipat setelah investasi mereka di sektor usaha lainnya, seperti migas, telekomunikasi, kelistrikan, baja, penyulingan minyak, dan perbankan, juga menuai sukses besar.
Selain kejelian memilih investasi, kesuksesan yang diraih Richard dan Christopher juga lantaran keduanya hanya fokus menanamkan modalnya di sektor-sektor swasta di wilayah Asia. Namun, keduanya tak puas begitu saja. Ia terus berupaya mengembangkan bisnisnya.
Mereka akhirnya masuk juga ke proyek-proyek milik pemerintah, tak hanya di Asia tapi juga di kawasan Eropa Timur dan Amerika Latin. Dengan modal pengalamannya selama ini di sektor swasta, mereka yakin bisa mendulang sukses juga di proyek-proyek pelat merah.
Namun, pada 2006, Richard dan Christopher sepakat pisah kongsi. Aset Souvereign Group lantas dibagi dua. Christopher kemudian mendirikan kerajaan bisnis baru di Dubai, Uni Emirat Arab: Legatum Capital. Sedangkan, Richard membangun kekaisaran usahanya di Singapura: Orient Global.
Di Singapura, Richard tetap melanjutkan investasinya dan fokus pada negara-negara berkembang di Asia. Contoh, di India, ia membeli saham Axis Bank sebesar 9,5 persen. Meski fokus membiakkan uangnya di negara berkembang, tidak menutup kemungkinan baginya berinvestasi di negara maju. Misalnya saja, di 2009, ia mengakuisisi 4,8 persen saham bank asal Rusia, Sberbank.
Pada April 2010, pria yang sudah menjadi warga negara Singapura sejak 2008 ini mengganti nama perusahaannya menjadi R.F. Chandler, yang tak lain merupakan singkatan nama Richard F. Chandler. Selain mengganti nama kerajaan bisnisnya, ia kini juga fokus berinvestasi di pasar keuangan dan bidang sosial.
Perusahaan barunya memiliki slogan "Build Prosperity for Tomorrow's World", yang artinya: Membangun Kesejahteraan untuk Masa Depan Dunia.
Penunggang pasar bebas
Meski berkibar dengan bendera R.F. Chandler, nama besar Richard Chandler tidak bisa lepas dari Sovereign Group of Companies. Kendaraan bisnis yang dibangun bersama adiknya itu menjadi tunggangan Richard untuk melakukan pelbagai investasi ke penjuru dunia, mulai Asia, Afrika, Eropa Timur, hingga Amerika Latin. Untuk memuluskan ekspansi, misalnya, ia mendukung masa transisi sejumlah negara menuju pasar bebas dengan membeli obligasi pemerintah.
Awalnya, Sovereign Group of Companies yang dibangun Richard Chandler dan Christopher Chandler pada 1986 hanya fokus pada investasi di bidang ritel, manufaktur, dan properti di Selandia Baru saja. Tapi kemudian, kakak beradik itu mulai menyasar bisnis bertaraf internasional dengan masuk ke sektor perdagangan.
Investasi ini sekaligus menjadi titik awal bagi Richard dan Christopher mendirikan kerajaan bisnis berbasis investasi multisektor di luar Negeri Kiwi.
Ekspansi pertama Sovereign Group ke luar Selandia Baru adalah menaklukkan pasar Asia. Richard dan Christopher memilih Hong Kong sebagai pintu masuk ke benua terbesar di dunia tersebut. Investasi mereka tak jauh dari sektor properti. Dari investasi di portofolio real estate di Hong Kong sepanjang tahun 1986 hingga 1991, Sovereign Group menangguk untung besar, terutama pasca penyerahan Hong Kong dari Inggris ke tangan China pada akhir 1990 silam.
Setelah meraup banyak untung di Asia, Chandler bersaudara melanjutkan ekspansi Sovereign Group ke kawasan Amerika Latin. Selama 1991 hingga 1993, mereka juga memberikan dukungan pada upaya transisi negara-negara di belahan Selatan Amerika menerapkan sistem pasar bebas. Bentuk dukungan Sovereign Group dengan membeli obligasi yang diterbitkan pemerintah sejumlah negara di Amerika Latin.
Tentunya, mereka juga membiakkan duitnya di sektor-sektor swasta di wilayah tersebut. Misalnya, industri telekomunikasi di Brasil dan Argentina.
Sovereign Group juga menjadi salah satu investor asing pertama yang memegang portofolio di pasar saham Brasil pasca pemberlakuan pasar bebas di negara itu pada 1991. Negara Samba tersebut saat itu mengalami hiperinflasi karena penerapan kebijakan ekonomi ortodoks.
Setelah Amerika Latin, Sovereign Group meneruskan ekspansinya ke daratan Eropa Timur. Di wilayah yang terkenal dengan sistem komunis ini, Sovereign Group menjadi investor terkemuka. Sejak 1994 hingga 2004, perusahaan itu mencatatkan diri sebagai investor asing dengan portofolio terbesar di Rusia. Sovereign Group berhasil masuk ke beberapa sektor strategis. Contoh, industri baja, pembangkit listrik, serta minyak dan gas.
Selama masa itu, Sovereign Group juga mendukung kebijakan Rusia menuju ekonomi yang berorientasi pasar. Mereka juga mendorong tata pemerintahan yang baik dan transparansi perusahaan, serta mengupayakan peningkatan hak pemegang saham di Negeri Beruang Merah.
Setelah melanglang hingga Eropa Timur, pada 2002 Sovereign Group kembali memalingkan perhatiannya ke Asia, khususnya Jepang. Di Negeri Matahari Terbit ini, mereka melakukan investasi yang besar di sektor perbankan, saat negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu sedang mengalami deflasi. Tidak hanya satu dua tahun, deflasi menghantui Jepang selama satu dekade.
Deflasi yang berkepanjangan itu menyebabkan stabilitas ekonomi melemah dan pasar saham kurang bergairah. Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Sebab, perbankan Jepang mulai fokus pada pemberian pinjaman dan pengembalian modal.
Pada 2003, Sovereign Group menyeberang ke Korea Selatan. Di Negeri Ginseng tersebut, mereka menjadi pemegang saham terbesar SK Corp, perusahaan penyulingan minyak dan kelompok bisnis terbesar ketiga di Korea Selatan. Sovereign Group memanfaatkan momen pemulihan perusahaan dari dampak penipuan berskala besar. Setelah menguasai SK, Sovereign Group menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan juga disiplin manajemen.
Orient Global
Bendera Sovereign Group of Companies tidak berkibar lama. Perusahaan yang melambungkan nama Richard Chandler ini terbelah menjadi dua setelah Richard dan adiknya Christopher Chandler memutuskan pisah kongsi. Setelah 20 tahun bahu-membahu membesarkan Sovereign Group, akhirnya, kakak beradik itu sepakat berjalan sendiri-sendiri pada Desember 2006. Richard kemudian mendirikan Orient Global dan memindahkan basis usaha ke Singapura.
Kenyataan Sovereign Group of Companies telah hancur tak membuat Richard Chandler larut dalam kesedihan dan terlalu bernostalgia dengan masa lalu perusahaan yang membawanya ke bisnis investasi multisektor itu. Ia lantas membangun Orient Global dengan serpihan yang tersisa dari Sovereign Group dan berusaha merajut kembali kesuksesan seperti sebelumnya.
Dengan kekayaan sebesar 2,75 miliar dollar New Zealand dari hasil pembagian aset Sovereign Group dengan sang adik, Richard mendirikan kembali kekaisaran bisnisnya.
Jika Sovereign Group yang dia bangun bersama adiknya sejak nol berbasis di Monaco, Richard memilih Singapura sebagai pusat kegiatan Orient Global. Pilihan jatuh ke Negeri Merlion tersebut bukan tanpa sebab. Menurutnya, dominasi ekonomi global akan tetap fokus di Asia. Bahkan, ia memprediksi, kelak pada 2050, benua terbesar di bumi itu bakal menjadi pusat perkembangan ekonomi dunia lewat China dan India.
Richard yakin, Singapura sebagai salah satu negara paling maju di kawasan Asia Tenggara merupakan teritori yang mumpuni guna merancang strategi bisnis. Soalnya, Singapura memiliki letak yang strategis, menjadi negara persilangan dari negara superpower ekonomi di kemudian hari: China dan India.
Selain itu, Richard mengatakan, Singapura juga salah satu macan Asia baru bersama Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan. Dari sisi regional, negara yang mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 31 Agustus 1963 ini berada di kawasan Asia Tenggara yang secara ekonomi sedang tumbuh dan berkembang, bersama antara lain Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Tidak hanya itu, Richard menambahkan, Singapura juga aman, bersahabat, dan transparan untuk menunjang iklim investasi yang lebih kondusif. Dan, di negara yang pernah bergabung dengan Malaysia pada 16 September 1963 tersebut, pria kelahiran Selandia Baru itu membangun kembali kerajaan bisnisnya.
Tak melulu berorientasi bisnis, aspek sosial dan nilai-nilai kemanusiaan juga menarik minat Richard. Tak heran, pada tahun yang sama dengan pendirian Orient Global, ia juga meluncurkan freedom to creative atau dalam terjemahan bebasnya berarti kebebasan berekspresi.
Program itu merupakan bentuk apresiasi Richard terhadap pihak-pihak yang berperan aktif dalam membangun kekuatan seni untuk mempromosikan keadilan sosial. Termasuk, memberikan inspirasi dan semangat kepada setiap manusia di muka bumi ini. Ia kemudian memberikan penghargaan internasional bertajuk The Freedom to Create Prize.
Richard menilai, masyarakat yang adil sangat penting untuk pembinaan kemakmuran dan menciptakan perdamaian dunia. Oleh karena itu, fokus program freedom to creative menyasar wilayah-wilayah yang memiliki masalah intoleransi, konflik serta infrastruktur yang kurang.
Semua faktor itu, Richard mengungkapkan, dapat menghambat kreativitas seseorang untuk berkembang dan maju.
Program sosial ini terus berjalan saat Orient Global bermetamorfosis menjadi R.F. Chandler pada April 2010. Hingga kini, Richard masih konsisten dengan visi dan misi awal program tersebut, yaitu membangun kesejahteraan untuk hari esok. Ia percaya, kreativitas adalah pendorong utama mewujudkan misi tersebut.
Di samping itu, Richard juga mengeluarkan duit dari sakunya sebesar 100 juta dollar AS untuk membantu kegiatan pendidikan di negara-negara berkembang, semisal India, dengan fokus utamanya adalah membangun sekolah swasta murah. 

No response to “Anak Peternak Lebah yang Jadi Taipan”

Leave a Reply