Sabtu, 02 Februari 2013

STRATEGI BRILIAN WONG SOLO MENJADI TUAN DI NEGERI JIRAN



Puspo: Di bidang kuliner Puspo adalah Seorang “Empu
Nabi tak pernah dikenali di negeri sendiri. Itulah kias, yang menggambarkan bahwa seringkali orang atau produk berkualitas tinggi tidak dikenali oleh lingkungan terdekatnya. Justru di lingkungan lainlah produk ini direspon secara positif dan diakui keunggulannya.
Bagi Puspo Wardoyo maupun Wong Solo Group, kias tersebut tak semuanya benar. Di Medan, tempat lahirnya RM Ayam Bakar Wong Solo, konsumen masih menempatkan Wong Solo menjadi salah satu rumah makan buruan papan atas, bukan seperti para nabi yang dimusuhi dan diusir kaumnya sendiri.
Tetapi di lain tempat pun, Wong Solo mendapatkan respon antusias, bahkan untuk ukuran kota- kota selevel kabupaten. Di kota semisal Purwokerto, Mojokerto, Balikpapan, Tarakan dan sejumlah kota lainnya di Indonesia , Wong Solo Group tercatat membukukan kinerja sangat bagus.
“Meski yakin, kami sempat was-was apakah di kota kota kecil seperti Purwokerto dan Mojokerto, Wong Solo Group bisa membukukan kinerja bagus. Tapi kenyatannya berbicara seperti keyakinan kami,” ujar Puspo sambil menunjukkan short message service (SMS) laporan omset penjualan rumah makan Wong Solo Group di Mojokerto, yang membukukan kinerja luar biasa untuk ukuran kota kabupaten.
Dan, kinerja itu, bukan hanya dibukukan untuk gerainya yang ada di Mojokerto saja, melainkan untuk kota-kota lainnya juga. “Saya tipe orang yang tidak senang menjanjikan BEP dalam sekian bulan, seperti yang dijanjikan oleh para franchisor di sejumlah pameran. Tetapi berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, para franchisee sudah memperoleh BEP sekitar enam bulan setelah beroperasi. Contohnya rumah makan istri saya yang ada di Balikpapan dan Tarakan,” ungkap Puspo sambil melirik istrinya, Anita, yang duduk di sebelah kirinya.
Anita, salah satu istri Puspo, adalah franchisee Iga Bakar Wong Solo di Balikpapan, Tarakan dan Malang. Di Balikpapan dan Tarakan, rumah makan milik Anita mencatat BEP dalam kurun waktu enam bulan. “Meski punya istri saya namun hak dan kewajibannya seperti franchisee lain, tidak diistimewakan. Ya bayar royalty fee, ya bayar franchise fee. Tapi sebagai suami saya tetap berkewajiban memberi nafkah,” ujarnya sembari tertawa.
Yang mungkin luput dari pengetahuan orang selama ini adalah: ternyata Puspo diam-diam juga melakukan ekspansi bisnis ke negeri tetangga, Malaysia dan Singapura, selain berekspansi di sejumlah kota di seluruh Indonesia.
Trendsetter Kuliner Indonesia di Malaysia
Outlet di negara Malaysia yang tak pernah sepi pengunjung
Eforia waralaba di Indonesia menyisakan beberapa kegetiran. Banyak perusahaan—yang sebenarnya belum siap diwaralabakan—ikut-ikutan terjun menjadi perusahaan berskema waralaba. Akibatnya, banyak perusahaan waralaba yang berguguran di tengah jalan. Kondisi ini diperparah dengan masuknya sejumlah waralaba asing, ke Indonesia.
Bahkan yang tadinya hanya beroperasi di sejumlah mal dan jalan-jalan besar utama masuk ke ruas-ruas jalan kecil. Maraknya waralaba “asal-asalan” dan waralaba asing memicu terjadinya kenaikan biaya bahan baku dan biaya sewa tempat yang Puspo deskripsikan “tidak masuk akal.”
Bertambahnya beban cost, tanpa diiringi naiknya harga jual membuat suasana bisnis waralaba—utamanya makanan—seperti berenang di lautan merah (red ocean). Marjin tergerus terus menerus, bahkan banyak yang merugi. Sementara untuk perusahaan waralaba yang bermodal cekak dan belum teruji produknya, terpaksa gulung tikar sebelum sempat berkembang.
Puspo sendiri mengaku laba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo di Jakarta—yang segmennya—menengah ke atas sedikit tergerus dengan adanya kondisi tersebut. Tapi kondisi ini justru dijadikan pemantik pria asal Kleco Solo ini untuk berinovasi, yakni membidik peluang di luar kota Jakarta yang selama ini menyimpan potensi besar namun belum tergarap. Kota-kota di Jawa, di luar Jakarta, dan kota-kota di Kalimantan. Bahkan kota-kota di luar negeri seperti Singapura dan Kuala Lumpur.
Beruntung Puspo sudah memiliki modal besar, terutama sekali yang berujud intangible asset: nama besar RM Ayam Bakar Wong Solo. Sewaktu membuka gerai pertama di Ampang, Selangor Dahrul Ehsan, Malaysia, RM Ayam Bakar Wong Solo diresmikan oleh Timbalan Menteri Pelancongan Malaysia Yang Berhormat (YB) Dato Ahmad Zahid Hamidi, yang sekarang ini menjadi Menteri Pertahanan Malaysia.
“Padahal secara pribadi saya tidak mengenal beliau. Namun karena nama Wong Solo sudah dikenal, beliau berkenan meresmikannya,” ungkap Puspo blak-blakan. Pembukaan gerai pertama di Negeri Jiran ini juga diliput oleh sejumlah media massa di sana.
Senyampang, setelah RM Wong Solo di Ampang, Puspo menambah gerai di Kampung Baru, Selangor, Malaysia. Di Kampung Baru ini pun Wong Solo mendapatkan respon luar biasa. Bahkan ada kejadian unik di Wong Solo Cabang Kampung Baru, di mana seorang pangeran Arab Saudi melakukan “block time.” Artinya, Wong Solo dilarang menerima tamu lain dalam sehari semalam, karena pangeran Saudi tersebut ingin bersantap di RM Wong Solo Kampung Baru.
Karena “block time,” pangeran Saudi ini rela merogoh kocek untuk menggantikan pendapatan RM Wong Solo dalam sehari semalam. “Kemungkinan hal ini dilakukan demi keamanan dan privasi. Pangeran tersebut ingin sekali menikmati menu-menu andalan Wong Solo, terutama Jus Poligami,” ujar Puspo.
Melakukan penetrasi mulus ke negeri tetangga tentu saja mensyaratkan adanya beberapa strategi jitu. Meski secara kultural Malaysia dekat dengan Indonesia, namun secara peraturan jauh berbeda. Untuk itu, yang pertama-tama dilakukan oleh Puspo adalah menggandeng mitra yang tepat.
Duta Kuliner di Malaysia
Wong Solo telah mendapat tempat di lidah orang Malaysia
Sepanjang sejarah, hubungan Indonesia-Malaysia nyaris menyerupai karet, mendekat-menjauh, merapat-merenggang. Namun, keberadaan RM Wong Solo di Malaysia nyaris mulus. Tak pernah pengunjung berkurang lantaran hubungan Indonesia-Malaysia merenggang.
“Prinsip hubungan itu adalah ‘karena tak kenal maka tak sayang.’ Cara mengenal itu bisa melalui berbagai media, seperti olah raga, kunjungan atau silaturahmi. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah mengenal nilai-nilai kultur tertentu sehingga kedua bangsa bisa saling menyelami nilai-nilai masing-masing kultur.
Dengan mengetahui nilai-nilai masing-masing tersebut tumbuhlah sikap saling menghormati. Langsung atau tidak langsung kehadiran Wong Solo bisa memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap Indonesia, terutama keramahtamahan para karyawannya (100% karyawan Wong Solo berasal dari Indonesia). Dan kami mencantumkan dengan jelas-jelas di tagline Wong Solo: Indonesia Cuisine,” tegas Puspo.
Warga negara Malaysia sendiri memang lebih tertarik untuk bekerja di kantoran, dan tidak tertarik dengan sektor kerja yang lebih “berkeringat” seperti di sektor konstruksi dan pelayan rumah makan. Itu sebabnya 100 % karyawan RM Wong Solo berasal dari Indonesia. “Kami menganut sistem full service, sehingga keramahan pelayanan merupakan salah satu keunggulan,” ujar Puspo.
Selain bisa mengenalkan “keramahtamahan” orang Indonesia, secara menu RM Wong Solo juga memperkenalkan ke masyarakat Malaysia menu-menu tradisional Indonesia. “Malaysia yang semula tidak mengenal ayam penyet, pecel lele, sambel dadakan dan makanan tradisional Indonesia lainnya kini menjadi lebih mengenal. Kadang kesepahaman itu tidak perlu melalui cara yang rumit. Melalui makanan pun kadang orang bisa saling mengenali dan menghormati,” kelakar Puspo.
Sekali pun Indonesia-Malaysia secara geografis dan kultural dekat, namun kedua negara jelas berbeda, terutama sekali soal peraturan-peraturannya. Oleh karena itu Puspo secara garis besar menerapkan tiga strategi sehingga dengan mulus bisa membangun RM Solo “Menjadi Tuan di Negeri Jiran.”
Strategi Pertama: Menggandeng Mitra yang Berkarakter Kuat
Sekadar mencari mitra, mungkin bukan persoalan yang sulit bagi pengusaha sekelas Puspo. Namun, mitra yang memiliki sejumlah karakter ideal tentu membutuhkan strategi tersendiri. Beruntung Puspo memiliki relasi kuat dengan beberapa ulama di Malaysia. Dan atas dasar rekomendasi para ulama yang dikenalnya inilah Puspo memilih calon mitranya di Malaysia.
Pilihan Puspo jatuh ke Hashim, salah satu pesepakbola nasional Malaysia era tahun 80-an. Hashim diundang Puspo ke Medan, untuk melihat secara langsung bagaimana RM Ayam Bakar Wong Solo dioperasikan. Tak lupa, Hashim disuguhi menu-menu unggulannya. Hasilnya: Hashim tertarik menjadi mitra Wong Solo di Malaysia.
Bagi Puspo, menyeleksi mitra bukanlah didasarkan tumpukan modalnya, melainkan didasarkan kepada kemauan kerja keras dan kejujurannya. “Walaupun tidak benar secara keseluruhan, namun yang biasa terjadi adalah: orang yang modalnya besar enggan untuk berkomitmen penuh terhadap bisnis yang akan dibangun bersama-sama ini. Terhadap calon mitra saya sering melakukan tes seperti ini: Maukah Anda memutuskan semua urusan Anda sebelumnya dan berkomitmen penuh terhadap bisnis ini? Jika jawabannya ya itulah mitra yang saya cari. Omong kosong kalau bisnis bisa maju hanya dikelola sambil lalu,” tegas Puspo.
Bagi Puspo, modal uang penting namun bukan di urutan nomor satu. Prinsipnya, jika mitra berkemauan kuat untuk maju bersama Wong Solo Group, maka modal bisa dicarikan solusinya. “Dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bahwa calon mitra akan mengambil franchise Wong Solo, bank bisa mengucurkan pinjaman. Apalagi di Malaysia, perbankan akan membantu UMKM dengan suku bunga yang sangat rendah, sekitar dua persen per tahun,” sebut Puspo.
Puspo menyadari bahwa dirinya tidak mungkin “menongkrongi” gerai-gerai yang ada di Malaysia. Oleh karena itu mencari mitra lokal yang tepat dan berkarakter kuat merupakan salah satu strategi pertama dan menjadi prioritasnya.
Kini, lanjut Puspo, orang Malaysia sangat akrab dengan ayam penyet, ayam bakar dan jus poligami. “Sebelum kami masuk mana orang Malaysia mengenal Ayam Penyet dan Jus Poligami?” tanya Puspo retoris sambil menjelaskan bahwa menu ayam penyet diciptakannya pada tahun 1992.
“Rasa Ayam Penyetnya saya suka. Selain itu saya suka sambalnya, dan selama ini saya belum pernah menemukan yang demikian,” ujar Haji Usman, pensiunan guru, pelanggan setia RM Wong Solo Cabang Bangi.
Menurut Usman, selain dirinya, keluarganya juga menjadi pelanggan setia RM Wong Solo Cabang Bangi, Selangor. “Terkadang kami datang ramai-ramai ke sini (Bangi-red), tetapi kadang-kadang saya beli untuk dibawa pulang dan dimakan bersama-sama di rumah dengan istri, anak dan cucu,” imbuh Usman yang diamini Hashim.
Strategi Kedua: Tetap Mempertahankan Identitas, Tanpa Melakukan Adaptasi
Jadilah “Purple Cow” atau “Sapi Ungu” sehingga bisnis Anda mudah dikenali orang, demikian nasehat pakar manajemen Seth Godin. Strategi ini juga dilakukan oleh Puspo. Masuk ke Malaysia pada tahun 2005, memang tak serta merta menu-menu andalan Wong Solo langsung dikenal lidah orang Malaysia. Negeri di semenanjung Malaka ini telah lebih dulu akrab dengan masakan India dan tom yang.
Namun Puspo memiliki keyakinan bahwa menu-menu andalan Wong Solo bisa menjadi altrenatif baru bagi penggemar kuliner Malaysia. “Untuk itu semua menu kami pertahankan. Tak ada satu pun menu yang kami adaptasikan. Kalau kami adaptasikan kami kehilangan identitas,” yakin Puspo seraya mengimbuhkan, jaringan cepat saji internasional sekalipun tidak berani melakukannya di Malaysia, karena saus mereka diadaptasikan menjadi saus rempah, yang memang sudah dikenal di Malaysia.

Keyakinan Puspo itu diujikan ke pasar. Dan ini terbukti, karena dalam tempo singkat RM Wong Solo di Ampang dibanjiri konsumen. “Pengunjung RM Wong Solo hampir 100 persen warga Malaysia. Dan perlu diingat Ampang bukanlah tempat yang strategis. Wong Solo bisa sukses di sini (Malaysia) karena Wong Solo menawarkan alternatif baru bagi konsumen kuliner Malaysia. Kalau menu kami adaptasikan, mereka tidak perlu datang ke sini, mereka bisa mendapatkan di mana saja,” ujar Puspo tentang keampuhan strateginya untuk tetap mempertahankan identitas Wong Solo, termasuk menu-menu andalannya.
Selain menu, kekhasan Rumah Makan Wong Solo, adalah di desain dan arsitekturalnya. Tampilan luar didominasi warna hijau pupus (hijau muda). Kemudian bagian interiornya dipenuhi larik-larik meja dan kursi berwarna hijau tua, khas meja dan kursi dari Solo. Pada bagian pinggir terdapat meja rendah, yang fungsinya untuk meletakkan makanan bagi para pengunjung yang ingin makan lesehan.
Masing-masing “arena” lesehan itu disekat oleh “rono,” sebuah sekat kayu jati setinggi pinggang. Kesan arsitektural interior tradisional Indonesia sangat kuat. Namun agak berbeda dengan RM Wong Solo di Indonesia, yang khasnya rumah joglo, di Malaysia hal ini tidak memungkinkan karena rumah makan di Malaysia bangunannya berbentuk kopel-menyerupai kompleks ruko di Indonesia, bukan single stand. Dari tujuh cabang RM Wong Solo di Malaysia mempunyai ciri khas ini. Cabang-cabang itu meliputi RM Wong Solo Ampang, Kampung Baru, Bangi, Shah Alam, Cheras, Alor Setar dan yang terbaru di Kajang.
Strategi Ketiga: Tetap Mengedepankan Tagline Halalan dan Thoyiban
Halalan dan Thoyiban—suatu tagline yang diusung RM Wong Solo –mungkin satu-satunya tagline sebuah rumah makan. Mungkin ada juga rumah makan yang mengusung label halal namun sepertinya belum ada yang memadukannya dengan thoyiban, selain RM Wong Solo. “Salah satu ketertarikan saya bermitra adalah kebijakan menjual makanan dan minuman yang halalan dan thoyiban,” aku Hashim.
Di Malaysia sendiri, belum ada rumah makan yang menggunakan tagline halalan dan thoyiban, setidak-tidaknya tidak ada yang mengungkapkan secara eksplisit. Dengan mengusung tagline tersebut RM Solo dengan tegas-tegas sudah memasang sebuah identitas.
Dan, karena Malaysia sendiri kehidupan beragamanya (Islam) sangat kental, maka identitas ini terasa sangat pas. Meski tidak ada kebijakan eksplisit, konsumen rumah makan Malaysia telah terbagi segmennya. Rumah makan Cina didatangi oleh konsumen Cina, dan rumah makan India dan Melayu (termasuk kategori ini Wong Solo) didatangi oleh konsumen Melayu.
Kondisi Internal Malaysia yang Membuat Wong Solo Booming
Puspo berpose di salah satu outletnya di Malaysia
Dalam tempo enam tahun memiliki tujuh cabang mungkin terlihat tidak fenomenal. Dan mungkin tidak akan masuk museum rekor mana pun. Namun, kalau satu cabangnya rata-rata dikunjungi 700-800 pelanggan per hari (pada hari-hari aktif) dan sekitar 1000 pelanggan pada akhir pekan, tentulah sebuah prestasi yang tak gampang diraih oleh sembarang orang.
 “Saya memang tidak menekankan pertumbuhan gerai, melainkan kinerja bagus masing-masing gerai. Bisa dilihat sendiri betapa banyak franchisor yang hanya mengejar pertumbuhan gerai, kemudian dicatat di museum rekor, hanya berselang beberapa waktu sudah tumbang semua. Mestinya yang dicatat museum rekor itu adalah kualitas produk dan kinerja, bukan pertumbuhan gerai semata-mata,” tutur Puspo.
Sebagian gerai RM Wong Solo di Malaysia terletak di tempat strategis, namun sebagian lainnya bukan di tempat strategis. Sebagai misal, Ampang dan Bangi bukan terletak di tempat strategis, namun jumlah pengunjung per harinya masing-masing bisa berkisar 700-800 orang dan di akhir pekan bisa mencapai 1000 orang.
Untuk RM Wong Solo di Shah Alam sangat strategis karena terletak tak jauh dari UiTM (University of Technology MARA) yang tercatat memiliki 30.000 mahasiswa lebih. Namun kinerja ketiganya nyaris tak berbeda jauh. Ini menunjukkan bahwa blueprint RM Wong Solo sesuai di “segala medan.” Seperti teori gula: di mana pun gula berada semut pasti akan menemukannya, dan kemudian pasti akan merubungnya. Artinya, suatu produk yang bagus di mana pun keberadaannya akan diburu oleh konsumen.
Malaysia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang secara kultural sangat dekat dengan Indonesia. Seringkali orang menyebutnya serumpun. Namun, dari sisi kebijakan pemerintah bisa dibilang sangat berbeda.
“Pemerintah melakukan kontrol terhadap harga bahan pokok sehingga praktis jarang terjadi inflasi untuk harga-harga kebutuhan bahan pokok,” papar Puspo. “Tetapi pemerintah tidak melakukan kontrol terhadap produk olahan.”
Sebagai misal, harga seekor ayam berkisar di angka RM 9. Dan sejak Wong Solo berdiri tahun 2005, harga seekor ayam masih di kisaran itu. Sementara harga jualnya setelah menjadi sebuah produk baru, sudah naik berkali-kali lipat. Dengan demikian marjin terus bisa digenjot.
Kondisi kondusif lainnya adalah soal sewa tempat. Di Malaysia, sewa tempat dibayarkan per bulan, sedangkan di Indonesia bisa diperhitungkan per tahun, lima tahun atau sepuluh dan harus dibayar di depan. Dengan demikian modal yang ada sudah ludes untuk menyewa tempat. Sedangkan di Malaysia, modal yang ada bisa digunakan untuk biaya operasional, tanpa harus terkuras untuk menyewa tempat. Skema kontrak seperti ini membantu sekaligus menguntungkan bagi para pengusaha.
Selain itu secara tata kota, Malaysia memiliki sesuatu yang mirip yakni membangun sebuah lingkungan yang terdiri atas: perumahan yang didekatnya terdapat perkantoran dan sejumlah fasilitas umum, seperti rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah. Di tengah-tengahnya dibangun tempat perbelanjaan semacam kompleks ruko yang disebut bandar. “RM Wong Solo menempati sejumlah tempat di bandar-bandar tersebut sehingga bisa melayani konsumen yang berada di sekitar lingkungan tersebut,” terang Puspo.
Namun tentu saja menjalankan RM Wong Solo di Malaysia ada sedikit kendala terkait dengan peraturan. Di Malaysia pemerintah menetapkan kuota tertentu untuk karyawan yang didasarkan luasnya tempat usaha. Sehingga antara rumah makan yang ramai dan yang sepi, antara rumah makan yang self service dan full service diperlakukan sama.
“Karena ada kuota tersebut seringkali karyawan RM Wong Solo menjadi keteteran dengan banyaknya pengunjung. Seharusnya akselerasi RM Wong Solo bisa lebih cepat dari kondisi sekarang. Namun kendala utamanya adalah di masalah kuota dan sumber daya manusia. Kalau respon pelanggan sangat bagus,” ungkap Puspo.
Sekalipun ada sedikit kendala tapi tidak menyurutkan optimisme Puspo untuk menargetkan membuka satu gerai lagi di sisa akhir tahun ini. “Sampai akhir tahun ini saya menargetkan ada delapan gerai RM Wong Solo di Malaysia,” pungkas Puspo. Ini akan semakin mendekatkan kenyataan RM Wong Solo “dicintai di negeri sendiri dan menjadi tuan di negeri jiran.”

No response to “STRATEGI BRILIAN WONG SOLO MENJADI TUAN DI NEGERI JIRAN”

Leave a Reply