Minggu, 17 Februari 2013

Sukses Bisnis Patin


Kepepet harus memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah sehari-hari, Agus Purnomo Wibisono (24), telah menjalani bisnis sejak menjadi mahasiswa tingkat pertama. Semula ia berjualan susu segar, kemudian menjual donat, hingga bermacam-macam usaha pernah ia lakukan.
panen patin“Saya perlu uang untuk membiayai hidup dan kuliah,” ujar mahasiswa program studi teknologi dan manajemen akuakultur, fakultas perikanan dan ilmu kelautan IPB, Bogor ini.Selain berjualan apa saja yang menghasilkan uang, Agus juga berjualan ikan hias di kampusnya saat waktu senggang ada.
Memang tidak seberapa hasilnya, tetapi ia mulai menyukai bisnis ini. Tak lama kemudian ia juga mencoba usaha pembibitan ikan Patin. Lokasi usahanya juga masih pinjam kampus, yaitu di kolam laboratorium budidaya perikanan milik IPB. Benih ikan Patin tersebut mulai ia pasarkan ke sesama alumni yang banyak bekerja di perusahaan budidaya perikanan atau ke usaha-usaha pembesaran ikan. Agar usahanya mudah dikenal, ia memberi nama brand usahanya dengan nama Mitra Mina Nusantara.
Selang beberapa bulan berjalanan, permintaan benih ikan Patin kian bertambah banyak. Peluang itu ia manfaatkan dengan menampung benih ikan Patin, seukuran larva, dari beberapa usaha pembenihan ikan di Bogor. Benih ikan Patin tersebut kemudian ia tawarkan ke beberapa perusahaan pembudidaya dan pembesaran ikan Patin lainnya dari berbagai daerah.
Ketersediaan benih Patin seringkali fluktuatif karena pengaruh cuaca yang ekstrim sehingga tidak jarang ia sering juga mengambil atau membeli benih ikan Patin ke Subang, Jawa Barat untuk memenuhi permintaan pelanggannya.
Seiiring dengan berjalannya waktu, usaha yang ia rintis semakin hari semakin ramai, namun pesaing juga kian banyak jumlahnya. Awal tahun 2009, terjadi penurunan permintaan benih ikan Patin secara drastis, hal ini disebabkan karena harga ikan Patin konsumsi jatuh dari semula harga rata-rata mencapai Rp12-18 ribu per kg, turun menjadi hanya Rp 8-9ribu per kg.
Keadaan ini menyebabkan para pembudidaya ikan Patin mengurangikan aktifitas pembesaran ikan Patin dan banyak yang beralih ke pembesaran jenis ikan lainnya yang masih bagus harganya. Keadaan ini tentu saja membuat usaha pembibitan ikan Patin milik Agus jatuh karena banyak bibit ikan Patin yang tidak terjual.
Beralih Strategi
Meski usahanya kian terpuruk, tak membuat Agus pantang menyerah. Ia mencari solusi. Kini ia beralih strategi, dari semula budidaya bibit ikan Patin, beralih menjadi trader bibit ikan Patin.”Saya akhirnya memutuskan untuk fokus hanya pada kegiatan bisnis pemasaran bibit ikan Patin saja, tidak lagi terlibat di produksi karena risikonya cukup besar,” ujarnya.
Langkah yang ia lakukan, ia mendatangi para pembenih ikan Patin di Bogor , dan bermaksud memasarkan hasil bibit ikan Patin dari para petani plasma. Sebelum di pasarkan bibit ikan Patin dipilah berdasarkan tingkat ukuran dan kualitasnya. Umur bibit/larva ikan Patin yang dipasarkan biasanya berkisar dari umur 14 sampai 21 hari.
Bibit/larva ini sebagian besar dipasarkan dengan cara mempromosikan melalui internet, sebagian lagi dipasarkan secara konvensional kepada para pembudidaya ikan Patin yang berada di berbagai daerah, antara lain ke Linggau, Palembang, Kayu Agung, Padang, Indra Laya, Belitang, Bengkulu, Jambi, Cirata, Jatiluhur, Saguling, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Kediri, Ngawi, Bali, Ternate, Sorong, banjarmasin, Palngkaraya, Pontianank, Balikpapan, Tarakan serta daerah lainnya. Jumlah pengiriman perbulan berkisar antara 1,5 juta hingga 3 juta ekor, dengan nominal omzet mencapai Rp150 hingga Rp300juta per bulan.
Usaha Fillet Patin
Salah satu usaha lain yang kini dirintis Agus adalah pembuatan fillet Patin. Usaha ini merupakan diversifikasi dari bisnis penjualan bibit ikan Patin yang telah dilakukan, dengan cara membeli hasil produk budidaya ikan Patin.
Ikan Patin yang ia beli tersebut dibuat fillet kemudian ia pasarkan ke berbagai segmen pasar mulai dari pelanggan perorangan yang ada di perumahan-perumahan, pengusaha katering, pasar ikan higienis, hingga ke pemilik resto yang tersebar di Jabotabek.
Harga fillet ikan Patin retail sebesar Rp35.000/Kg dan harga untuk grosir sebesar Rp 28.000/Kg. Sejauh ini, lanjut gus respon pasarnya cukup baik, bahkan berdasarkan informasi yang ia peroleh, setiap bulan Indonesia masih membutuhkan setidaknya 200 ton fillet ikan Patin setiap bulannya.
Dukungan Pegadaian
Untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih baik, Agus mengajukan proposal di Program Go Entrepreneur yang diselenggarakan Perum Pegadaian bersama IPB. Berdasarkan seleksi yang dilakukan IPB, proposalnya lolos untuk memperoleh dukungan pendampingan usaha dari IPB serta dukungan dana hibah Perum Pegadaian, nilainya sebesar Rp10 juta yang ia gunakan untuk membeli berbagai peralatan seperti freezer 600 liter, vacuum sealer, pompa air, dan timbangan digital.
Melalui program ini Agus akan mengembangkan usahanya lebih besar lagi, dan juga akan mencoba jenis produksi dan pemasaran bibit ikan lainnya, diantaranya dengan membuka unit pembenihan ikan Nila di Kalimantan dan Sumatera yang pasarnya kian besar.
Selain itu, ia juga berencana membuat unit-unit pemasaran/kantor cabang di beberapa daerah yang potensial seperti Banjarmasin dan Palembang. Di bidang ikan hias ia juga mulai menjajaki kemungkinan menjadi eksportir produk ikan hias, dan juga sedang merintis distribusi ikan segar /hidup air tawar di wilayah Jabodetabek.
Bisnis di bidang perikanan yang dilakukan Agus, berada di Kampung Kandang, Desa Cogreg, Kecamatan Ciseeng, Bogor ini setidaknya dapat menjadi harapan baru bagi para petani petambak ikan, bahwa prospek bisnis perikanan tetap memberi harapan yang besar, dan memiliki prospek ekonomi yang tinggi. (Wirausahanews/Soneta)

No response to “Sukses Bisnis Patin”

Leave a Reply